BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN MEDAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

TRAPPING FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) ISOLAT KELAPA SAWIT PADA BEBERAPA MEDIA TANAM

Diposting     Rabu, 19 Oktober 2022 10:10 am    Oleh    Admin Balai Medan



Hilda Syafitri Darwis

FMA merupakan suatu bentuk asosiasi antar jamur dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, yang mencerminkan adanya interaksi fungsional yang saling menguntungkan antara suatu tumbuhan dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu. Fungi mikoriza termasuk golongan endomikoriza. Tipe fungi ini dicirikan oleh hifa intraseluler yaitu hifa yang menembus kedalam korteks dari satu sel ke sel yang lain ( Manan, 1993).

FMA dapat ditemukan hampir pada semua ekosistem di dunia, bahkan lebih dari dua per tiga spesies tanaman yang ada di dunia membentuk simbiosis dengan fungi ini. Asosiasi antara jamur FMA dan tanaman inangnya merupakan mekanisme yang sangat penting dalam rangka untuk mengatasi keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan. FMA dapat menguntungkan tanaman dalam hal penyediaan hara, antagonisme bagi organisme parasit akar dan sinergisme dengan mikroba tanah lainnya. Selain itu FMA terlibat dalam siklus hara, perbaikan struktur tanah (agregasi tanah), alat transpor karbon dari akar tanaman bagi organisme tanah lainnya.

Melihat pentingnya tanaman kelapa sawit dewasa ini dan masa yang akan datang dan seiring dengan meningkatnya kebutuhan penduduk akan minyak sawit menjadi tanaman tanaman yang sangat penting. Perlu dipikirkan usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi kelapa sawit secara tepat agar sasaran yang diinginkan dapat tercapai. Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam budidaya tanaman kelapa sawit diantaranya adalah lahan yang kurang subur dan adanya serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) terutama penyakit busuk pangkal batang (BPB)  kelapa  sawit yang disebabkan oleh fungi Ganoderma boninense. Penggunaan inokulasi beberapa jenis mikroba tanah seperti Fungi Mikoriza Arbuskular diketahui mampu meningkatkan daya adaptasi tanaman terhadap serangan penyakit (Hashim 2004; Sarashimatun& Tey 2009).

Keberadaan fungi mikoriza di alam tersebar luas, artinya fungi mikoriza hampir ada dalam kondisi tanah apapun, terutama pada tanah marginal. Beberapa genus FMA yang umum dijumpai adalah Glomus, Gigaspora, Acaulospora dan Scutellospora. Setiap FMA memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan demikian, pemilihan isolat FMA yang benar-benar kompatibel dengan tanaman yang dibudidayakan perlu dilakukan.

Kelangkaan dan kekurangan isolat FMA adalah salah satu faktor pembatas penggunan FMA secara luas. Upaya untuk mendapatkan isolat dari suatu ekosistem tertentu dapat dimulai dengan melakukan eksplorasi FMA, pemurnian isolat-isolat dari lapangan dan dilanjutkan dengan perbanyakan isolat yang sudah ada. Terakhir adalah perbanyakan inokulum dari isolat terpilih (Delvian, 2006).

FMA hidup bersimbiosis dengan tanaman inang yang responsif dan memiliki perakaran yang banyak (Simanungkalit, 2003). Simbiosis ini akan berpengaruh terhadap pembentukan asosiasi pada akar dan sporulasi FMA (Gunawan, 1993). Tanaman inang yang biasa digunakan untuk perbanyakan FMA adalah Zea mays. Tanaman Zea mays memiliki sistem perakarannya yang baik untuk pembentukan mikoriza, dan memiliki daya adaptasi yang bagus (Delvian, 2006).

Ada beberapa media yang biasa digunakan untuk memperbanyak spora FMA diantaranya adalah pasir dan zeolit. Pasir memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi dan aerasi yang lebih baik dibandingkan tanah sehingga dapat digunakan sebagai media pertumbuhan tanaman (Gunawan, 1993). Zeolit baik digunakan sebagai media tanam karena bersifat stabil dan tidak mudah berubah atau rusak karena siraman air.

Ketersediaan inokulan dalam kuantitas dan kualitas yang baik merupakan faktor penting dalam penggunaan FMA dalam skala yang lebih luas. Langkah awal dalam pengembangan FMA adalah dengan melakukan trapping. BBPPTP Medan telah melakukan trapping FMA dari akar dan tanah tanaman kelapa sawit  yang berasal 4 kebun. Pemilihan 4 kebun tersebut berdasarkan kajian sebelumnya, dari sampel tanah dan akar tanaman kelapa sawitnya dijumpai banyak FMA.

Kajian ini selain bertujuan untuk mendapatkan isolat FMA kelapa sawit juga untuk mengetahui media yang terbaik dalam perbanyakan FMA. Kajian ini menggunakan Rancangaan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial dengan 4 pengulangan. Adapun perlakuannya terdiri dari kombinasi 4 isolat FMA yaitu: isolat UPPT Selesai (V1),  isolat UPPT Kota Tengah (V2), isolat UPPT Sibiru-biru (V3) dan isolat Pancur Batu (V4)  serta 3 jenis media yaitu; tanah (M0), pasir sungai (M1) dan zeolit (M3)

  1. Pelaksanaan Kajian
  2. Pengambilan sampel

Pengambilan sampel akar dan tanah diambil pada 4 lokasi terpilih. Adapun empat lokasi tersebut adalah; 1) UPPT Selesai lokasi; 2) UPPT Kota Tengah lokasi; 3) UPPT Sibiru-biru; dan 4) UPPT Pancur Batu. Sampel tanah dan akar dilakukan secara bersamaan  mengambil tanaman bibit liar yang tumbuh di sekitar pohon kelapa sawit.Tanaman bibit diambil dengan mencukil dengan menggunakan parang/cangkul hingga terbawa akar dan tanahnya, untuk selanjutnya dimasukkan kedalam polibag kecil. Beri identitas pada polibag kecil, tanggal eksplorasi dan lokasi pengambilan. Kesegaran bibit dan tanah harus tetap dijaga.

Persiapan Media

Media yang digunakan dalam ini adalah tanah, pasir sungai dan zeolit. Pasir sungai dan zeolit yang akan digunakan sebelumnya di sterilisasi dengan menggunakan autoclave. Media pasir sungai dan zeolit dimasukkan ke dalam plastik tahan panas kemudian di autoclave pada suhu 121, tekanan 1 atm selama 30 menit.

Persiapan bibit

Biji jagung yang akan digunakan sebagai bibit, terlebih dahulu disemaikan pada media pasir steril/kapas di dalam nampan dengan jarak 5 x 5 cm, selanjutnya dipelihara selama 5 hari.

Trapping FMA

Teknik trapping yang digunakan mengikuti metode Brundrett et al. (1994) dengan menggunakan pot kultur terbuka, yaitu:

  • Disiapkan  1,5 gram batuan fosfat yang dilarutkan dengan 500 ml air, kemudian disiramkan ke atas permukaan media zeolit dan pasir sungai,
  • Pot plastik, selanjutnya diisi dengan media zeolit/pasir sungai setengah volume pot, kemudian dimasukkan sampel tanah dan akar dan terakhir ditutup dengan media zeolit/pasir sungai.
  • Sedangakan pada media tanah (kontrol), pot plastik diisi tanah dan akar saja.
  • Selanjutnya dibuat lubang tanam dan dimasukkan kedalam nya dua benih jagung.
  • Pemeliharaan
  • Tanaman dipelihara selama 2 bulan, setiap 2 hari disiram dengan air sebanyak 100 ml per polibag. Setiap 2 minggu sekali diberi larutan pupuk majemuk lengkap (hiponex) dengan konsentrasi 250 ppm sebanyak 10 ml per polibag.
  • Setelah 2 bulan, penyiraman dihentikan dan dibiarkan selama 2 minggu untuk memacu pembentukan spora.
  • Setelah tanaman kering, bagian atas tanaman selanjutnya dipotong. Akar tanaman dicabut, kemudian dipotong-potong sepanjang 1 cm dan dicampurkan dengan medium zeolit/pasir sungai dari dalam polibag tersebut. Campuran ini disebut dengan starter awal mikoriza. Selanjutnya starter awal ini diperiksa terhadap infeksi akar dan kandungan sporanya.
  • Parameter Pengamatan
  • Kandungan spora

Teknik yang digunakan dalam mengetahui jumlah spora FMA adalah teknik tuang-saring dari Pacioni (1992) dan akan dilanjutkan dengan teknik sentrifugasi dari Brundrett et al (1996). Prosedur kerja teknik tuang-saring ini adalah :

  • 50 gram tanah/media tumbuh disuspensikan dengan 200-300 ml air, diaduk hingga butiran-butiran tanah hancur.
  • Suspensi selanjutnya disaring dalam satu set saringan dengan ukuran 200 mm, 710 µm, 250 µm, dan 53 µm secara berurutan dari atas ke bawah.
  • Saringan paling atas disemprot dengan air untuk memudahkan bahan saringan lolos.  Kemudian saringan paling atas dilepas dan saringan kedua kembali disemprot dengan air.
  • Setelah saringan kedua dilepas sejumlah tanah sisa yang tertinggal pada saringan terbawah dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse, kemudian disentrifuse selama 5 menit dengan kecepatan 2500 rpm.
  • Supernatan dibuang, kemudian ditambahkan larutan gula 43,5 %, di aduk cepat dengan menggunakan fortek.
  • Suspensi spora dan larutan gula disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm selama 3 menit.
  • Selanjutnya larutan supernatan tersebut dituang ke dalam saringan 53 µm, dicuci dengan air mengalir (air kran) untuk menghilangkan glukosa.
  • Endapan yang tersisa dalam saringan dituangkan ke dalam cawan petri kemudian diamati di bawah mikroskop binokuler untuk penghitungan kepadatan spora.
  • Derajat infeksi FMA

Pengamatan derajat infeksi FMA dilakukan melalui teknik pewarnaan akar (staining). Metoda yang digunakan untuk pembersihan dan pewarnaan akar sampel adalah metoda dari Kormanik dan McGraw (1982), adapun caranya adalah :

  • Memilih akar-akar halus dengan diameter akar tanaman diambil sebanyak 5 akar anakan kelapa sawit, dengan diameter akar berukuran 0.5 – 1.0 mm.
  • Akar-akar segar tersebut kemudian dicuci dengan mengalir hingga bersih dan dikeringkan di atas kertas saring. Selanjutnya akar dimasukkan ke dalam botol spesimen/film
  • Tambahkan KOH 10% sampai terendam dan dibiarkan selama ± 24 jam sehingga akar akan berwarna putih atau pucat.
  • Larutan KOH kemudian dibuang dan akar contoh dicuci pada air mengalir selama 5-10 menit.
  • Selanjutnya akar contoh direndam dalam larutan HCL 1% dan dibiarkan selama satu malam.
  • Larutan HCL 1% kemudian dibuang dengan mengalirkannya secara perlahan-lahan.
  • Selanjutnya akar direndam dalam larutan Asam laktat-Tryphan blue 0,05%
  • Penghitungan persentase kolonisasi akar menggunakan metoda panjang akar terkolonisasi, yaitu: Secara acak diambil potongan-potongan akar yang telah diwarnai dengan ± 1 cm sebanyak 10 potongan akar dan disusun pada kaca preparat. Potongan-potongan akar pada kaca preparat diamati untuk setiap bidang pandang. Bidang pandang yang menunjukkan tanda-tanda kolonisasi (terdapat hifa dan atau arbuskula dan atau vesikula) diberi tanda positif (+), sedangkan yang tidak terdapat tanda-tanda kolonisasi diberi tanda negatif (-). Derajat/persentase kolonisasi akar dihitung dengan menggunakan rumus :




Jumlah Bidang Pandang Bertanda
% Kolonisasi akar = ____________________________________ X 100%
  Jumlah Bidang Pandang Keseluruhan  

Aras kolonisasi selanjutnya dikategorikan menjadi beberapa kategori, yaitu:

Kolonisasi 0%               =  Kategori tidak ada kolonisasi

Kolonisasi ˂10              =  Kategori rendah

Kolonisasi 10-30           =  Kategori sedang

Kolonisasi ˃30              =  Kategori tinggi

  • Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam Uji darak Duncan (DMRT) pada taraf 5%, dapat diketahui bahwa perlakuan Trapping 4 isolat FMA dengan berbagai media berpengaruh nyata terhadap jumlah spora dan persentase kolonisasi FMA pada akar tanaman jagung. Rataan jumlah spora dan persentase kolonisasi FMA  pada perlakuan Trapping dapat dilihat pada Tabel 1.

Hasil kegiatan trapping menunjukkan telah terjadi asosiasi antara FMA isolat tanaman kelapa sawit dengan tanaman inang (jagung) yang dicobakan. Asosiasi FMA tersebut dapat diketahui dengan ada tidaknya infeksi yang terjadi. Infeksi FMA dapat diketahui dengan adanya struktur-struktur yang dihasilkan oleh FMA antara lain, yaitu: hifa, miselia, vesikula, arbuskula, maupun spora. Hifa adalah salah satu struktur dari FMA berbentuk seperti benang-benang halus yang berfungsi sebagai penyerap unsur hara dari luar. Miselia merupakan kumpulan dari hifa. Arbuskula adalah unit kolonisasi yang telah mencapai sel korteks yang lebih dalam letaknya dan menembus dinding sel serta membentuk sistem percabangan hifa yang kompleks, tampak seperti pohon kecil yang mempunyai cabang-cabang. Struktur arbuskula berperan sebagai tempat pertukaran unsur hara dan karbon (Hudson (1989) dalam Ginting (2014)). Vesikula adalah struktur menggelembung yang dibentuk pada hifa-hifa utama, berfungsi sebagai organ penyimpan. Struktur ini juga berfungsi sebagai spora istirahat. Dengan adanya satu atau lebih struktur FMA tersebut, maka dapat dikatakan terjadi infeksi oleh FMA.

Gambar 1. Hifa FMA pada Isolat Kelapa Sawit pada Tanaman Inang Jagung

Tabel 1.  Rataan Jumlah Spora  dan Persentase Kolonisasi FMA Pada Perlakuan Trapping

No Perlakuan Jumlah Spora/50 gr % Kolonisasi pada Akar
    Media % Kolonisasi Kategori
1 V1M0 450,2 a 26,20 ab Sedang
2 V1M1 620,6 abc 26,20 ab Sedang
3 V1M2 1427,6 f 33,20 abc Tinggi
4 V2M0 523,0 ab 24,80 ab Sedang
5 V2M1 797,4 cd 35,60 bc Tinggi
6 V2M2 1217,2 ef 33,00 abc Tinggi
7 V3M0 659,4 a 21,00 a Sedang
8 V3M1 858,0 cd 28,00 abc Sedang
9 V3M2 827,0 cd 38,00 bc Tinggi
10 V4M0 697,2 bc 26,40 ab Sedang
11 V4M1 1110,0 e 40,60 c Tinggi
12 V4M2 1022,8 de 35,00 bc Tinggi

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Duncan (DMRT).

Berdasarkan hasil trapping terhadap persentase kolonisasi FMA pada akar diketahui % kolonisasi FMA tertinggi terdapat pada perlakuan V4M1 sebesar 40,60% yang tidak berbeda nyata dengan V4M2, V3M2, V3M1, V2M2, V2M1, dan V1M2. Sedangkan % kolonisasi FMA terendah terdapat pada perlakuan V3M0 yang tidak berbeda nyata dengan V3M1, V4M0, V2M2, V2M0, V1M2, V1M1 dan V1M0 dan berbeda nyata dengan V2M1, V3M2, V4M1 dan V4M2.

Hasil perlakuan trapping terhadap persentase kolonisasi FMA di akar pada semua perlakuan menunjukkan kategori sedang dan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa FMA Isolat kelapa sawit yang telah dieksplorasi mampu berasosiasi dengan tanaman jagung. Persentase kolonisasi FMA pada keempat isolat yang diuji untuk perlakuan media zeolit menunjukkan kategori tinggi, sedangkan pada perlakuan kontrol (tanah asal isolat) semuanya menunjukkan kategori sedang. Sedangkan pada perlakuan media pasir, 2 isolat menunjukkan kategori sedang dan 2 isolat lainnya masuk kategori tinggi.


Gambar 2. Spora-spora FMA sebelum (kiri) dan setelah (kanan) dilakukan trapping pada pengamatan satu bidang pandang

Adanya perbedaan persentase kolonisasi FMA dalam kajian ini disebabkan adanya perbedaan media dan asal isolat FMA. Dimana tingginya persentase kolonisasi FMA pada akar tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor lingkungan, kondisi media dan faktor mikorizanya itu sendiri. Seperti yang dilaporkan oleh Bakhtiar (2002), perkecambahan spora berperan penting di dalam infeksi akar, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kompatibilitas inang, komposisi eksudat akar, jenis inokulum dan faktor lingkungan.

Proses infeksi FMA dimulai dengan pembentukan apresorium pada permukaan akar oleh hifa eksternal, dan selanjutnya hifa akan menembus sel-sel korteks akar melalui rambut akar atau sel epidermis (Moose, 1981). Infeksi akar yang terjadi pada keempat isolat hanya berupa hifa, miselium dan vesikel, arbuskula yang merupakan hifa bercabang halus yang dibentuk oleh percabangan dikotomi yang berulang-ulang sehingga menyerupai pohon dari dalam sel inang (Pattimahu, 2004) dan berfungsi untuk membantu dalam mentransfer unsur hara (terutama fosfat) dari tanah ke sistem perakaran (Rao, 2004), tidak ditemukan pada akar tanaman sampel. Hal ini diduga disebabkan oleh kelangsungan hidup arbuskula yang sangat singkat.

Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa jumlah spora FMA/50 gr media terbanyak pada perlakuan VIM2 yaitu sebesar 1427,6 spora, yang tidak berbeda nyata dengan V2M2 namun berbeda nyata dengan semua perlakuan. Sedangkan jumlah spora FMA/50 gr media yang terendah terdapat pada perlakuan V1M0 yaitu sebesar 450,2 spora, yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan V1M1, V2M0 dan V3M0, tetapi berbeda nyata dengan V1M2, V2M1, V2M2, V3M1, V3M2, V4M0, V4M1 dan V4M2.

Rata-rata jumlah spora terbanyak pada kegiatan trapping ini dijumpai pada perlakuan dengan media zeolit kemudian diikuti oleh pasir dan terendah terdapat pada perlakuan kontrol (tanah asal isolat). Hal ini disebabkan karena pada media tanah asal isolat tersebut terdapat unsur-unsur hara makro, mikro serta patogen yang dapat menghambat sporulasi FMA. Dimana menurut Delvian (2006), tanah adalah faktor kritis sebagai media tumbuh FMA. Karena tanah merupakan sumber P dan unsur mikro yang berfungsi sebagai penahan alami bagi ketersediaan unsur hara.

Menurut Delvian (2006), pengembangan FMA sebaiknya menggunakan media yang sedikit mengandung unsur hara dengan kapasitas tukar kation yang tinggi dan ketersediaan unsur P yang rendah serta bebas patogen. Media tanam dengan kandungan P tersedia yang tinggi akan menghambat kolonisasi dan produksi spora FMA.

Hasil trapping juga menunjukkan bahwa media zeolit menghasilkan spora yang terbanyak dibandingkan media lainnya. Hal ini disebabkan karena zeolit mempunyai kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi. Menurut Mumpton (1984), kapasitas tukar kation dari zeolit ini terutama merupakan fungsi dari tingkat penggantian Si oleh Al dalam struktur kerangka. Makin besar penggantian maka makin besar pula kekurangan muatan positif sehingga makin banyak pula jumlah kation-kation alkali dan alkali tanah yang dibutuhkan untuk menetralkan muatan listriknya. Kation-kation tersebut tidak terikat secara kuat dalam kerangka kristal zeolit sehingga dapat dipisahkan atau dipertukarkan secara mudah dengan cara pencucian dengan larutan kation yang lain. Kemampuan zeolit dalam menjerap maupun menukarkan kation akan dapat mengurangi kehilangan hara dalam tanah, karena proses pencucian.

Selain memiliki KTK yang tinggi, zeolit juga diketahui mampu menahan serangan patogen akar. Dwikarsa et al., (2007) menjelaskan bahawa zeolit merupakan sekelompok mineral yang terdiri dari beberapa jenis unsur. Secara umum mineral zeolit adalah senyawa alumino silikat hidrat dengan logam alkali tanah. Dalam air zeolit mampu mengikat bakteri E. coli, kemampuan ini bergantung pada laju penyaringan dan perbandingan volume air dengan massa zeolit. Untuk logam variabel-variabel yang mempengaruhi efektivitas penukaran kation belum diketahui, sehingga zeolit mampu mengatasi mikroba-mikroba patogen yang berada dalam daerah perakaran.

Kesimpulan

Hasil kajian diketahui bahwa perlakuan berbagai jenis isolat dan media berpengaruh nyata terhadap jumlah spora dan persentase derajat infeksi FMA. Jumlah spora terbanyak pada kegiatan trapping ini dijumpai pada perlakuan dengan media zeolit kemudian diikuti oleh pasir dan terendah terdapat pada perlakuan kontrol (tanah asal isolat).

Empat isolat FMA tanaman kelapa sawit dapat berasosiasi dengan tanaman inang (jagung) yang ditunjukkan adanya struktur-struktur FMA (hifa, miselia, vesikula, arbuskula, dan spora) pada akar jagung. Hasil perlakuan trapping terhadap persentase kolonisasi FMA di akar pada semua perlakuan menunjukkan kategori sedang dan tinggi.

Daftar Pustaka

Bakhtiar,Y. 2002. Selection of Vascular Mycorrhiza (FMA) Fungi, Host  Plantsand Spore Numbers for Producing Inoculum. J. BiosainsdanBioteknologi Indonesia 2(1); 36-40.

Delvian, 2006. Peranan Ekologi dan Agronomi Fungi Mikoriza Arbuskula. USU Repository.

Dwikarsa A.R, Gitandra Wiradani, dan Nugraha Pratomo A. 2007. Pembuatan Absorben dari Zeolit Alamdengan Karakteristik ‘Arbsorption Properties’ untuk Kemurnian Bioetanol. Jurnal Bioteknoloi ITB. Bandung.

Ginting, S.S. 2014. Keberadaan dan Status Fungi Mikoriza Arbuskula pada Dua Lahan Perkebunan Kopi, Skripsi Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian USU, Medan.

Gunawan, A.W.1993. Mikoriza Arbuskula. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. IPB Bogor.

Hashim A. 2004. Ganoderma versus mycorrhiza. Palmas 25:21-26.

Kormanik PP dan McGraw AC.  1982.  Quantification of VA mycorrhizae in plant root.  Di Dalam : N.C.Schenk (Ed.)  Methods and principles of mycorrhizae research.  The American Phytop.  Soc.  46 : 37-45

Manan S. 1993.Pengaruh mikoriza pada pertumbuhan semai Pinus merkusi  dipersemaian. Kuliah silvi kultur umum.Fakultas Kehutanan IPB. Bogor : 247-261.

Moose,B.1981. Observation on extra matrical mycellium of a vesicular- arbuscular Endophyte.Transactions of The British Mycological Society.439-448.

Mumpton, F. A. 1984. The role of natural zeolites in agriculture and aquaculture. J.Animal Sci. 3-24.

Pattimahu, D.V. 2004. Restorasi Lahan Kritis Pasca Tambang sesuai Kaidah Ekologi. Makalah Mata Kuliah  Falsafah Sains, Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Rao, S.N. 2004. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman, I.A.R.I. Press. New Delhi.

Sarashimantun NS, Tey CC. 2009. Application of arbuscular mycorrhizal fungi for controlling  Ganoderma  basal  stem  rot  of  oil  palm.  Proceeding of 56 Agriculture,  Biotechnology  and  Sustainability  Coference.  PIPOC  International  Palm  Oil Congress,  Kuala  Lumpur  – Malaysia,  July  2009. Malaysian Palm Oil Board, hlm 415-422.

Simanungkalit, R. D. M. 2003. Teknologi jamur Mikoriza Arbuskuler: Produksi inokulan dan pengawasan mutunya. Progam dan Abstrak Seminar dan Pameran: Teknologi Produksi dan Pemanfaatan Inokulan Endo-Ektomikoriza untuk Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan. 16 September 2003. pp 11.


Bagikan Artikel Ini