PENGEMBANGAN PREDATOR COCOPET DI LABORATORIUM BBPPTP MEDAN
Diposting Kamis, 25 September 2025 03:09 pmDisusun oleh Layanan Laboratorium Pelindungan BBPPTP Medan (Ida T U Siahaan, Sry E Pinem, Kristina R Turnip, Desianty D N Sirait dan Hilda S Darwis)
_______________________________________________________________________________________________________________________________________
Brontispa longissima Gestro (Coleoptera:Chrysomelidae) merupakan hama perusak pucuk kelapa yang pada serangan berat dapat mengakibatkan penurunan produksi kelapa bahkan kematian tanaman serta penyebarannya begitu cepat.
Penyebaran hama B. longissima di lapangan sangat cepat karena pengaruh musim kering, tiupan angin yang kencang dan jarak tanam yang berdekatan atau tidak beraturan sehingga imago mudah berpindah dari satu tanaman ke tanaman lain. Jika kerusakan daun mencapai 40% (8-10 pelepah rusak) maka penurunan produksi kelapa dapat mencapai 60%. Bahkan serangan B. longissima mampu menurunkan produksi hingga 30−40% per pohon dan menyebabkan kerugian US $40 juta di seluruh daerah penanaman kelapa setiap tahunnya (Wiratno dan Rohimatun, 2012 dalam Salasa, dkk. 2021).
Untuk mengatasi masalah tersebut, berbagai usaha telah dilakukan baik dengan menggunakan insektisida kimia sintetik, mekanis maupun dengan cara hayati menggunakan musuh-musuh alaminya. Penggunaan insektisida selain memiliki beberapa keunggulan juga memiliki kelemahan. Dampak negatif yang dirasakan diiantaranya pencemaran lingkungan, resurjensi dan resistensi hama serta kematian hewan atau serangga bukan sasaran. Saat ini B. longissima sudah resisten terhadap insektisida aldrin dan dieldrin (Singh and Rethinam, 2005 dalam Alouw dan Hosang, 2008). Oleh sebab itu penggunaan bahan kimia ini tidak akan efektif lagi dalam mengendalikan B. longissima.
Singh dan Rethinam (2005) dalam Alouw dan Hosang (2008).menyatakan bahwa kemungkinan terdapat begitu banyak musuh alami potensial di Indonesia karena hama ini berasal dari Indonesia. Beberapa musuh alami B. longisssima sudah dilaporkan berperan di lapangan dalam mengendalikan hama B. longissima. Musuh-musuh alami tersebut antara lain parasitoid Tetrastichus brontispae, Asechodes hispinarum, Metarhizium anisopliae var. Anisopliae, Beauveria bassiana, dan predator cocopet Chelisoches morio.
Cocopet merupakan salah satu predator B. longissima yang sangat berguna karena mampu mempredasi B. longissima dalam kondisi populasi yang rendah dan memiliki sifat kemampuan mencari mangsa yang tinggi. Untuk menangkap mangsa, cocopet menggunakan cerci untuk mengarahkannya ke mulut dengan membungkukkan abdomen di atas kepala.
Cocopet C. morio berpotensi untuk dikembangkan sebagai agens hayati hama B. longissima. Cocopet C. morio dapat memangsa larva instar satu sampai lima, pupa dan imago B. longissima dan kemampuan memangsa tertinggi terdapat pada larva B. longissima instar dua (Alouw, 2007).
Hasil penelititan Prasaja, dkk. (2014) menunjukkan bahwa preferensi dan kemampuan makan C. morio yang tinggi adalah pada larva B. longissima instar 1 yaitu 10 ekor (100%) dalam waktu enam jam di laboratorium, namun tidak berbeda nyata pada larva instar 2 yaitu 9 ekor (90%).
Mengingat potensi memangsa Cocopet yang tinggi di laboratoium maka sangat berpotensi pula untuk memangsa Brontispa di lapangan walaupun data tentang daya predasinya per hektar belum tersedia. Sehingga hasil pengembangan predator ini di laboratorium dapat digunakan untuk melakukan pengendalian di lapangan. Hasil pengamatan di laboratorium menunjukkan bahwa semakin banyak cocopet semakin banyak jumlah larva Brontispa yang dimangsa walaupun belum tersedia data yang pasti. Untuk itu Tim Layanan Laboratorium BBPPTP Medan telah melaksanakan pengembangan predator ini di laboratorium sebagai langkah awal pemanfaatan cocopet untuk mengendalikan Brontispa.
BBPPTP Medan telah melakukan pengembangan cocopet yang dimulai dengan melakukan eksplorasi dari lapangan yaitu mengumpulkan 17 (tujuh belas) ekor imago cocopet dari seludang dan pelepah janur kelapa dan dari tandan kosong kelapa sawit pada tanggal 7 Mei 2025.
Cocopet mengalami metamorfosis tidak sempurna yang menjalani 3 (tiga) fase dalam siklus hidupnya yaitu fase telur, nimfa dan imago.
- Telur: berbentuk bulat atau sedikit lonjong dan berwarna putih, diletakkan di tanah atau tempat-tempat tersembunyi lainnya seperti celah batu atau tumpukan dedaunan. Telur diletakkan secara berkelompok dengan jumlah 35-50 butir, umumnya akan menetas dalam 7-8 hari bergantung pada kondisi lingkungan.

Nimfa: berbentuk menyerupai dewasa tetapi tanpa sayap yang sepenuhnya berkembang. Nimfa cocopet akan mengalami beberapa tahap pergantian kulit (molting) seiring pertumbuhannya. Pada setiap tahap pergantian kulit, nimfa akan meningkatkan ukuran dan perkembangan sayapnya. Saat nimfa sudah berganti kulit untuk kedua kalinya, nimfa akan meninggalkan sarangnya dan melanjutkan hidupnya secara mandiri. Cocopet biasanya baru mulai hidup mandiri pada usia 2 bulan dan mengalami kematangan seksual pada usia 3 bulan.

Imago: memiliki sayap yang berkembang dengan baik dan kemampuan untuk berkembang biak setelah mengalami beberapa kali molting. Imago umumnya aktif pada malam hari dan menggunakan cerci di ujung perutnya untuk mencari makanan. Cocopet jantan dan betina bisa dibedakan dengan melihat bentuk cercinya. Pejantan memiliki cerci berbentuk melengkung sementara betina memiliki cerci yang bentuknya lurus. Berkat cerci nya yang berbentuk melengkung, pejantan bisa berpegangan pada ekor betina saat melakukan perkawinan. Cocopet merupakan hewan dengan sifat keibuan yang tinggi. Saat cocopet betina sudah melakukan perkawinan, ia akan menaruh telur-telurnya di tempat yang terlindung, misalnya di bawah batu atau di dalam tanah. Jumlah telur yang dikeluarkan oleh cocopet betina bisa mencapai 50 butir lebih. Sesudah mengeluarkan telurnya, Cocopet betina akan melindungi telur-telur tersebut hingga menetas. Saat ada hewan lain yang mencoba mendekati telurnya, betina akan menyerang hewan tersebut memakai cercinya. Betina juga membersihkan telur-telurnya secara teratur supaya jamur tidak tumbuh pada telurnya.

Cocopet dipelihara di laboratorium menggunakan bahan dan alat sederhana yaitu media campuran pasir dan tanah steril (perbandingan 3:1) yang dimasukkan ke dalam wadah plastik sebanyak 1/3 volume wadah. Pada atas media diberi alas tapis kelapa (kulit ari batang pohon kelapa) serta pakan buatan (pedigree yang merupakan pelet makanan anjing yang dihaluskan). Di dalam wadah plastik juga diletakkan wadah kaca kecil berisi kapas yang lembab sebagai tempat imago meletakkan telurnya. Setiap hari dilakukan penyemprotan air secukupnya untuk menjaga kelembaban media. Selanjutnya wadah ditutup dan diletakkan di bawah meja batu laboratorium.

di laboratorium BBPPTP Medan
Bila dilakukan pengendalian hama Brontispa di lapangan direncanakan cocopet yang dilepas adalah nimfa instar ke-4 atau imago. Diharapkan perbanyakan predator ini dapat berjalan dengan lancar agar diperoleh jumlah cocopet yang cukup untuk dilepaskan ke lapangan.
REFERENSI
Alouw, J.C. 2007. Kemampuan Memangsa Predator Chelisoches morio Terhadap Hama Kelapa Brontispa longissima. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain. Manado.
Alouw, J.C. dan Meldy L.A.H. 2008. Observasi Musuh Alami Hama Brontispa longissima Gestro di Provinsi Maluku. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain. 9 hal.
Prasaja, G.Y., Tris H.R. dan Edy S. 2014. Preferensi dan Respons Fungsional Chelisoches morio terhadap Larva Brontispa longissima di Laboratorium. J. Perkebunan & Lahan Tropika Vol 4(2):30-38.
Salasa, T., Caroulus S.R. dam Daisy K. 2021. Persentase Serangan Hama Brontispa longissima (Gestro) pada Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L.) Varietas Genjah Raja dan Varietas Dalam Bido di Balai Penelitian Tanaman Palma Mapanget. Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado. 8 hal.