BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN MEDAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

GANODERMA PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG YANG MEMATIKAN PADA TANAMAN KELAPA SAWIT

Diposting     Jumat, 31 Maret 2023 01:03 pm    Oleh    Admin2 BBPPTP Medan



Nurlida Ramli (POPT Madya BBPPTP Medan)

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Kelapa sawit juga salah satu komoditi ekspor Indonesia yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara sesudah minyak dan gas. Indonesia merupakan Negara produsen dan eksportir kelapa sawit terbesar dunia. Selain peluang ekspor yang semakin terbuka, pasar minyak sawit dan minyak inti sawit di dalam negeri masih cukup besar. Pasar potensial yang akan menyerap pemasaran minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) adalah industri fraksinasi/ranifasi (terutama industri minyak goreng), lemak khusus (cocoa butter substitute),margarine/shortening,oleochemical dan sabun mandi (Badan Pusat Statistik, 2014).

Salah satu kendala yang dihadapi dalam peningkatan produksi kelapa sawit pada beberapa tahun ini adalah serangan penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh jamur Ganoderma. Cendawan diketahui tidak hanya menyerang tanaman kelapa sawit pada tahap produksi saja tetapi juga dapat menyerang selama tahap pembibitan (Susanto, 2002). Oleh sebab itu, penyakit busuk pangkal batang digolongkan menjadi penyakit mematikan yang menyebabkan kehilangan hasil secara luas pada perkebunan kelapa sawit, terutama di Malaysia dan Indonesia (Naher, et al.,2013). Ganoderma diketahui tidak hanya menyerang tanaman kelapa sawit pada tahap produksi saja tetapi juga dapat menyerang selama tahap pembibitan.

Penyebaran Ganoderma

Ganoderma  menginfeksi pada jaringan akar tanaman yang kemudian tumbuh dan berkembang dibawah permukaan tanah. Ganoderma adalah cendawan patogenik tular tanah (soil borne) yang banyak ditemukan di hutan-hutan primer dan menyerang berbagai jenis tanaman hutan. Cendawan ini dapat bertahan di dalam tanah dalam jangka waktu yang lama.

Awalnya, penyakit Ganoderma diduga menyerang tanaman menghasilkan saja dan secara ekonomi tidak berbahaya, dengan kejadian penyakit masih <1%. Namun beberapa tahun terakhir ini Ganoderma telah menjadi satu masalah yang paling serius terutama pada satu atau lebih dari 2 generasi tanam. Kejadian Ganoderma berkorelasi positif dengan generasi kebun kelapa sawit. Saat ini Ganoderma sudah bisa ditemukan hampir di semua kebun kelapa sawit di Indonesia walau kejadian penyakitnya bervariasi. Perkembangan cepat penyakit ini tidak hanya di lahan mineral tetapi juga di lahan gambut. Pada tanah yang miskin unsur hara di laporkan kejadian penyakit Ganoderma lebih besar. (Hendarjanti, 2014).

Di beberapa kebun di Indonesia, Ganoderma telah menyebabkan kematian kelapa sawit hingga 80% atau lebih populasi kelapa sawit dan hal tersebut menyebabkan penurunan produk kelapa sawit persatuan luas (Susanto, et al, 2002).

Gejala Penyakit BPB

Gejala awal penyakit sulit dideteksi karena gejala eksternal perkembangannya yang lambat . Pada tanaman kelapa sawit muda (TBM), gejala penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang dapat diamati dari luar adalah adanya daun yang menguning pada satu sisi, atau adanya bintik-bintik kuning dari daun yang lebih pendek, yang kemudian diikuti dengan nekrosis (Singh, 1991). Pada daun yang baru membuka nampak lebih pendek dibandingkan daun normal lalu mengalami klorosis dan bahkan mengalami nekrosis. Seiring penyakit ini terus berkembang, tanaman kelapa sawit nampak pucat keseluruhan, pertumbuhan lambat dan daun tombak yang tersisa tidak membuka (Hendarjanti, 2014).

Gejala serupa juga dapat dilihat pada tanaman menghasilkan (TM), terdapat beberapa daun tombak tidak terbuka dan kanopi daun umumnya pucat. Daun yang terserang kemudian mati dimana nekrosis dimulai pada daun yang paling tua dan merambat meluas ke atas ke arah mahkota daun. Tanaman kemudian mati dimana daun kering terkulai pada ujung pelepah pada batang atau patah tulang di beberapa titik sepanjang malai, dan menggantung ke bawah seperti “rok wanita”. Umumnya apabila gejala pada daun terus diamati biasanya akan ditemukan bahwa setidaknya satu setengah bagian jaringan batang bawah telah mati diserang cendawan. Apabila tanaman belum menghasilkan terinfeksi, biasanya akan mengalami kematian dalam kurun waktu 6-24 bulan sejak munculnya gejala pertama, sedangkan pada tanaman kelapa sawit menghasilkan kematian terjadi antara 2-3 tahun kemudian setelah infeksi (Hendarjanti, 2014).

Gejala penyakit BPBpaling umum pada areal TBM adalah akumulasi daun tombak (Gambar 1). Selain disebabkan oleh infeksi Ganoderma, akumulasi daun tombak dapat terjadi akibat kondisi kekeringan, tetapi umumnya memiliki pola penyebaran yang lebih merata pada seluruh blok (Susanto, 2012). Gejala lainnya adalah menguningnya tajuk tanaman secara menyeluruh, biasanya menyerupai gejala defisiensi N, dan seiring perkembangan penyakit akan disertai dengan nekrosis atau mengeringnya anak daun secara serentak, yang umumnya dimulai dari pelepah bagian bawah (Gambar 2). Gejala nekrosis ini merupakan salah satu gejala khas infeksi Ganoderma pada tanaman TBM (Susanto, 2012). Kemunculan gejala nekrosis, menunjukkan bahwa bagian bonggol tanaman yang terinfeksi sudah mengalami pembusukan berat sehingga asupan air dan nutrisi lainnya terhambat. Berbeda dengan pembusukan akibat infeksi bakteri seperti pada kasus busuk pupus, gejala pembusukan yang terjadi pada bagian bonggol adalah busuk kering dan tidak berbau (Priwiratama & Susanto, 2013; Susanto, 2012). Pada kondisi ini, tanaman umumnya akan mengalami kematian secara perlahan. Gejala-gejala tersebut dapat juga disertai dengan kemunculan tubuh buah (Gambar 3), terutama apabila tanaman yang terinfeksi dapat bertahan hidup. Tanaman yang terinfeksi umumnya juga memiliki vigor tanaman yang lebih kurus atau pertumbuhan yang tertinggal dibandingkan dengan tanaman yang sehat (Priwiratama & Susanto, 2020)

Gambar 1. Tanaman terinfeksi Ganoderma dengan gejala akumulasi daun tombak (Sumber. Priwiratama & Susanto. 2020)
Gambar 2. Tajuk pada tanaman terifeksi Ganoderma menguning diikuti dengan gejala nekrosis pada pelepah bawah (Sumber: Priwiratama & Susanto. 2020)
Gambar 3. Tubuh buah Ganoderma

Kejadian Penyakit

Kejadian penyakit BPB terdapat pada areal-areal tertentu (spotted) dan cenderung mengelompok di sekitar tanaman yang terinfeksi. Pola mengelompok ini dapat terjadi akibat infeksi Ganoderma yang penyebaran utamanya melalui kontak akar. Pada kasus di TBM dengan pertumbuhan akar yang masih terbatas atau belum tumpang tindih, pola mengelompok dapat mengindikasikan bahwa di sekitar titik penanaman terdapat sumber inokulum Ganoderma, baik pada sisa-sisa akar ataupun bonggol, yang dapat dijangkau oleh akar-akar tanaman sehat di sekelilingnya. Pada kasus lainnya juga dilaporkan bahwa sebaran penyakit BPB pada generasi tanaman baru cenderung mengelompok di sekitar titik-titik dimana terdapat bonggol atau tunggul sisa tanaman yang pernah terinfeksi Ganoderma (Priwiratama & Susanto, 2015)

Pengendalian BPB

Ketahanan kelapa sawit terhadap Ganoderma berbeda-beda dan tidak ada kelapa sawit yang resisten dan imun terhadap Ganoderma, maka alternatif usaha pencegahan dan pengendalian sebaiknya dilakukan secara terpadu dengan menggunakan bahan tanaman parsial toleran Ganoderma, pengendalian secara kultur teknis melalui persiapan lahan saat replanting, hayati dan pengendalian kimiawi yang bersifat memperpanjang umur tanaman. Karena itu alternatif pengendalian terbaik adalah dengan mempersiapkan bahan tanaman yang toleran, didukung pengendalian secara kultur teknis dan hayati.

Ganoderma dibagi menjadi dua pendekatan yaitu pendekatan jangka pendek dan jangka panjang. Pengendalian jangka pendek bertujuan untuk mengurangi laju infeksi penyakit melalui kegiatan kultur teknis (sanitasi) dan hayati. Sedangkan dalam jangka panjang penggunaan bahan tanaman yang parsial toleran Ganoderma melalui serangkaian penelitian. Saat ini sudah ada perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sudah memproduksi bahan tanaman (KKS) parsial toleran Ganoderma. Seperti perusahaan Socfindo yang tiada hentinya melakukan riset secara terus menerus untuk mendapatkan genetik  yang lebih toleran.

Penggunaan bahan tanam toleran Ganoderma tidak dapat menjamin tanaman kelapa sawit akan terbebas dari infeksi Ganoderma pada masa awal perkembangan kelapa sawit atau pada fase TBM. Infeksi yang terjadi pada masa TBM menunjukkan bahwa inokulum Ganoderma sudah tersedia dalam jumlah yang cukup melimpah untuk mendukung terjadinya infeksi pada bibit yang ditanam (Flood, et al, 2000).

Penggunaan tanaman toleran juga harus dikombinasikan dengan teknologi pengendalian terpadu lainnya yang dimulai sejak persiapan lahan (Susanto et al, 2015). Teknik-teknik tersebut terdiri dari persiapan lahan dengan sanitasi akar, penggunaan lubang tanam besar pada lahan mineral dengan topografi datar, penggunaan tanaman toleran, aplikasi agen hayati sejak pembibitan hingga penanaman di lapangan, monitoring penyakit secara berkala, isolasi tanaman sakit menggunakan parit individu atau kelompok, pembumbunan dan pembedaan tanaman dengan gejala ringan, hingga pemusnahan tanaman bergejala berat. Meskipun tidak dapat mengendalikan penyakit seluruhnya, integrasi metode-metode tersebut diharapkan mampu meminimalkan resiko infeksi atau mengurangi kerugian ekonomi akibat penyakit Ganoderma (Priwiratama & Susanto, 2020)

DAFTAR PUSTAKA

Flood, J., Hasan, Y., Turner, P. D., & O’Grady, E. B. (2000). The spread of Ganoderma from infective sources in the field and its implications for management of the disease in oil palm. In J. Flood, P. D. Bridge, & M. Holderness (Eds.), Ganoderma diseases of perennial crops (pp. 101-112). UK: CABI.

Hendarjanti, H. 2014. Ganoderma : “Momok Menakutkan” Planter Kelapa Sawit. Majalah Sawit Indonesia.

Naher, L., U.K. Yusuf., A. Ismail., S.G. Tan., and M.M.A. Mondal. 2013. Ecological Status of Ganoderma and Basal Stem Rot Disease of Oil Palms (Elaeis guineensis Jacq.). Australian Journal of Crop Science. 7(11): 1723-1727.

Priwiratama, H., & Susanto, A. (2013). Mengenal penyakit busuk pupus di perkebunan kelapa sawit. [Field monitoring of lethal spear rot disease in oil palm plantation]. Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 18(1), 1-6.

Priwiratama, H., & Susanto, A. 2015. Peran tunggul terinfeksi dalam penyebaran Ganoderma boninense di perkebunan kelapa sawit. Paper presented at the Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 2015, Yogyakarta

Priwiratama, H. & A. Susanto. 2020. Kejadian Penyakit Busuk Pangkal Batang Pada Tanaman Belum Menghasilkan Varietas Toleran Ganoderma Dengan Sistem Lubang Tanam Standar . Warta PPKS, 25(3): 115-122.

Priwiratama, H., Prasetyo, A. E., & Susanto, A. (2020). Incidence of basal stem rot disease of oil palm in converted planting areas and control treatments. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 468, 012036. doi:10.1088/1755-1315/468/1/012036

Susanto, A. 2002. Kajian pengendalian hayati Ganoderma boninense Pat. penyebab penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit. Disertasi IPB, Bogor

Susanto, A. 2012. S.O.P. Pengendalian Ganoderma di Perkebunan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.


Bagikan Artikel Ini