BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN MEDAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PALA SERTA PENGENDALIAN SECARA PENGENDALIAN HAMA TERPADU

Diposting     Selasa, 15 November 2022 09:11 pm    Oleh    Admin Balai Medan



Namsen SS Girsang, SP. (POPT Ahli Muda)

Hutan rakyat merupakan hutan yang kepemilikannya adalah hutan yang berada diatas tanah rakyat, dengan jenis tanaman kayu kayuan, yang pengelolaannya dilakukan sepenuhnya oleh pemiliknya (Awang et all, 2001).
Hutan rakyat lebih banyak dikembangkan oleh masyarakat dengan polatanaman campuran atau agroforestry daripada monoculture (Hardjanto, 2003).
Salah satu tanaman yang dapat dikembangkan dihutan rakyat adalah Pala (Myristica frogrons houtt). Pala merupakan tanaman rempah asli Maluku (Purseglove et all, 1995) dan telah diperdagangkan dan dibudidayakan secara turun temurun dalam bentuk perkebunan rakyat disebagian besar kepulauan Maluku (Bastamon, 2008)
Pala mempunyai nilai ekonomi yang tinggi (Radianawati et all, 2015). Bentuk data produksi pala menurut provinsi di Indonesia 2017-2021.

Sumber : https://www.pertanian.go.id.home

Produksi pala indonesia sebesar 135.700 ton pada tahun 2021. Jumlah tersebut turun 2,5% dibandingkan pada tahun sebelumnya, yang sebesar 139.100 ton. Sejak 2011-2021, produksi pala Indonesia sebesar. Sementara, produksi pala terendah sebesar 70.700 ton pada tahun 2011 (Rizoty, 2022).
Dalam pengelolaan tanaman pala (Myristica fragrans houtt) produksi pala dapat mengalami kenaikan dan penurunan, terjadinya penurunan produksi pala dapat disebabkan oleh beberapa factor antara lain :
1. Serangan hama dan penyakit
2. Sebagian besar tanaman sudah tua
3. Kurang pemeliharaan
Hama dan penyakit tanaman pala yang secara ekonomi sangat merugikan adalah penggerek batang/ranting dan penyakit jamur akar (Jamur akar putih dan jamur akar hitam) selain itu penyakit lainnya adalah busuk buah kering dan antraknosa daun dan busuk buah basah (Rita, 2011).
a. Hama dan Penyakit Tanaman Pala
1. Hama Penggerek Batang Batocera hercules
Menurut Kalshoven (1981); Batocera hercules (Coleoptera) termasuk famili Cerambycidae, hidup kosmopolit pada tanaman pala, kapok, coklat, durian dan tanaman lainnya Kumbang dewasa berukuran besar dengan antena panjang, bersifat nokturnal, akan mengeluarkan bunyi-bunyian (mencicit) bila diganggu. Bentuk kumbang muda sangat khas, antena panjang dan warna abu-abu. Kumbang betina meletakkan telur pada kulit kambium yang telah dilukai terlebih dahulu. Seekor betina dapat hidup sampai enam bulan dan bertelur 170-270 butir selama hidupnya (Rita, 2011).

Larva umumnya menggerek batang di bawah lapisan kulit (gambar b) dan memakan jaringan vaskuler membuang hasil gerekan berupa serpihan keluar lubang. Lorong yang dibuat tidak beraturan, dan bila lorong melingkar (bertemu) maka dapat mengakibatkan kematian tanaman (Kalshoven, 1981).
2. Hama Penggerek Ranting
Hama penggerek ranting pada tanaman pala adalah Xyleborus, hama ini merupakan kumbang penggerek ranting dengan membuat gerakan melingkar pada pangkal ranting. Semua stadia (telur, larva, pupa dan kumbang dewasa) dapat ditemui dalam lubang. Hama penggerek ranting berukuran kecil, panjang ± 1,5 mm, lebar 0,8 mm berwarna coklat kehitaman.Permukaan tubuh berbintik kasar dan ditumbuhi rambut-rambut pendek berwarna putih. Gejala serangan, cabang atau ranting pala yang terserang hama ini permukaannya berlubang-lubang kecil dengan diameter ± 1 mm. Bila cabang dikupas maka tampak aluralur gerekan yang ditumbuhi oleh jamur-jamur ambrosia. Cabang atau ranting yang terserang akan kering dan mudah patah, sehingga tanaman tampak meranggas (Harni, 2011).
3. Penyakit Jamur Akar Putih
Penyebab jamur akar putih adalah Rigidoporus lignosus atau Rigidoporus microporus. Gejala serangan jamur akar putih pada tanaman pala dapat dilihat pada daun tampak pucat kuning, kemudian gugur dan ujung ranting menjadi mati. Apabila pada bagian akar dibongkar akan terlihat benang-benang miselium jamur (rizomorf) berwarna putih, kadang membentuk tubuh buah mirip tapi berwarna putih kekuning-kuningan pada pangkal akar tanaman. Jika serangan berat maka akan tumbang dan mati.

4. Penyakit Jamur Akar Hitam
Penyakit jamur akar hitam pada tanaman pala disebabkan oleh Rosselina bunodes atau Rosselina pepo. Pada tanaman pala yang terserang akan terlihat gejala yang mirip dengan gejala serangan jamur akar putih dimana daun tanamanakan terlihat menguning, lalu layu, dahan dan ranting mati meranggas. biasanya ranting, cabang atau batang yang terserang bila dikelupas kulitnya maka terlihat lapisan kambium berwama coklat kehitaman. Gejala ini akan terlihat saat tanaman sudah mulai mengering dan hampir mati.
5. Penyakit Busuk Buah Kering

Penyakit busuk buah kering disebabkan oleh Stigmina myristicae. Gejala serangan pada tahap awal terlihat bercak kecil bulat berwarna coklat kehitaman. Permukaan bercak membentuk massa berwarna hitam yang mengering dan mengeras. Buruknya sanitasi lahan terutama dalam hal pembersihan lahan terkadang buah terinfeksi yang jatuh menjadi salah satu penyebab tingginya kejadian dan keparahan penyakit ini (Najoan et all, 2015)

6. Penyakit Antraknosa Daun dan Busuk Buah Basah
Antraknosa daun dan busuk buah basah disebabkan oleh gloeosporium sp, dengan gejala bercak bulat kecoklatan yang dibatasi holo berwarna kuning lalu membentuk lingkaran konsentris. Antraknosa termasuk penyakit yang disebabkan oleh cendawan kosmopolitan sehingga infeksinya mudah ditemukan dibeberapa pertanaman gleasporium Sp (Afriyeni Et All, 2013).

b. Pengendalian Secara PHT
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah suatu konsepsi atau cara berpikir mengenai pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dengan pendekatan ekologi yang bersifat multidisiplin untuk mengelola populasi hama dan penyakit dengan memanfaatkan beragam taktik pengendalian yang kompatibel dalam suatu kesatuan koordinasi pengelolaan. Karena PHT merupakan suatu sistem pengendalian yang menggunakan pendekatan ekologi, maka pemahaman tentang biologi dan ekologi hama dan penyakit menjadi sangat penting.
Ada empat prinsip dasar yang mendorong penerapan PHT secara nasional,terutama dalam rangka program pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Beberapa prinsip yang mengharuskannya PHT pada tanaman pala adalah seperti dinyatakan dalam uraian berikut ini :
1. Budidaya tanaman sehat
Budidaya tanaman yang sehat dan kuat menjadi bagian penting dalam program pengendalian hama dan penyakit. Tanaman yang sehat akan mampu bertahan terhadap serangan hama dan penyakit dan lebih cepat mengatasi kerusakan akibat serangan hama dan penyakit tersebut. Oleh karena itu, setiap usaha dalam budidaya tanaman pala seperti pemilihan varietas tahan dengan produksi tinggi seperti 3 varietas pala produksi tinggi di antaranya Ternate 1, Tidore 1 dan Tobello 1, yang telah dilepaskan oleh Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Industri, penyemaian, pemeliharaan tanaman sampai penanganan hasil panen perlu diperhatikan agar diperoleh pertanaman yang sehat, kuat dan produktif, serta hasil panen yang tinggi.
Kultur teknis seperti membersihkan kebun dari sumber infeksi, pengaturan jarak tanam, pemangkasan yang tepat juga dapat mengurangi serangan hama dan penyakit di lapang.
Untuk penanaman baru, karena JAP mempunyai inang yang banyak seperti karet, teh, kopi, kakao, kelapa, kelapa sawit, mangga, nangka, ubi kayu, jati, cengkeh, lamtoro, dadap, akasia dll, perlu diperhatikan sumber-sumber infeksi ini dan harus dimusnahkan.
Untuk peremajaan, perlu dilakukan pembersihan kebun dari sumber infeksi, seperti tunggul-tunggul yang terinfeksi dibakar atau diracun.
 Menggunakan tanaman penutup tanah.
 Mengatur jarak tanam, anjuran adalah 9 x 10 m atau 10 x10 m. Untuk tanaman yang terlalu rapat dapat dilakukan pemangkasan supaya menjaga kelembaban dan cahaya matahari cukup masuk di antara tanaman pala, serta pembersihan gulma.
 Pembuatan drainase dan pembukaan leher akar.
 Tumpang sari tanaman pala dengan berbagai tumbuhan yang bersifat antagonis terhadap jamur akar seperti kunyit, lidah mertua, pohon sigsag, sambiloto dan laos.
 Melakukan sanitasi kebun dengan cara mengumpulkan tanaman yang terserang hama dan penyakit dengan cara eradikasi membakar bagian tanaman yang sakit.
2. Pemanfaatan musuh alami
Pengendalian hayati merupakan pengendalian dengan cara menurunkan populasi inokulum atau aktifitas patogen, baik yang aktif maupun yang dorman dengan menggunakan satu atau lebih jenis organisme, baik yang diintroduksikan dari luar maupun melalui manipulasi lingkungan, inang dan antagonis.
Pengendalian penyakit tanaman menggunakan agens antagonis berpotensi untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan agens antagonis telah tersedia di alam, aktivitasnya dapat distimulasi dengan memodifikasi lingkungan atau tanaman inang, aman terhadap lingkungan, tidak mempunyai efek residu, aplikasinya tidak berulang-ulang, dan relatif kompatibel dengan teknik pengendalian lainnya.
Untuk hama penggerek batang/ranting penggunaan agensia hayati Beauveria bassiana dapat digunakan dalam mengendalikan hama ini, di samping itu parasitoid telur dan lalat Tachinidae juga dapat berperan sebagai musuh alami hama penggerek.
Untuk jamur akar putih atau hitam, beberapa agensia hayati seperti Trichoderma sp. dan bakteri antagonis seperti Bacillus dan Pseudomonas telah berhasil dalam mengendalikan jamur akar putih (JAP). Trichoderma sp diaplikasikan di sekeliling perakaran tanaman dan diulangi 6 bulan sekali. Aplikasi sebaiknya dilakukan pada waktu kondisi tanah lembab pada awal atau akhir musim hujan.
3. Pengamatan rutin atau pemantauan
Agroekosistem bersifat dinamis, karena banyak faktor di dalamnya yang saling mempengaruhi satu sama lain. Untuk dapat mengikuti perkembangan populasi hama dan musuh alaminya serta untuk mengetahui kondisi tanaman, harus dilakukan pengamatan hama dan penyakit tanaman pala secara rutin sebagai dasar untuk dapat mengetahui apakah serangan hama dan penyakit telah melebihi ambang batas ekonomi atau telah terjadi eksplosi dilokasi kebun (intensitas serangan berat), bila intensitas serangan berat maka dilakukan tindakan pengendalian

4. Petani sebagai ahli PHT
Penerapan PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem setempat. Petani mampu mengambil keputusan terhadap kondisi lahan tanaman pala yang dibudidayakan pada saat kapan harus dilakukan tindakan pencegahan dan pada saat kapan dilakukan tindakan pengendalian.

DAFTAR PUSTAKA
Afriyeni, Y., Nasril Nasir, Periadnadi, Dan Jumjunidang. 2013. Jenis-Jenis Jamur Pada Pembusukan Buah Kakao (Theobroma Cacao L.) Di Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 2 (2): 124-129
Awang, S.A, H. Santoso, W.T. Widayati, Y. Nugroho Kustomo Dan Supardiono. 2001. Gurat Hutan Rakyat Di Kapur Selatan. Debut Press. Yogyakarta.
Hardjonto, 2003. Keragaman Dan Pengembangan Usaha Kayu Rakyat Di Pulau Jawa. Bogor. Disertasi Institut Pertanian Bogor.
Kalshoven, L. G. E. 1981. The Pests Of Crops In Indonesia. Revised And Translated By P. A. Van Der Laan, University Of Amsterdam With The Assistance Of G. H. L. Rothschild, CSIRO, Canberra. P.T. Ichtiar Baru Van Hoeve. Jakarta
Monavia Ayu Rizaty, 2022. Produksi Pala Nasional Capai 135.700 Ton Pada 2021. Data Indonesia.Id.
Najoan YS, Max R, Emmy S. 2015. Insidensi Penyakit Busuk Buah Pada Tanaman Pala (Myristica Fragrans H.) Di Kecamatan Lembeh Selatan. Manado (ID): Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi.
Purseglove JW, Brown EG, Green SL, And Robbins SRJ. 1995. Spices. New York: Longmans. P.175-228.
Rita Harni, 2011. Pengendalian Terpadu Hama Dan Penyakit Utama Pala. Sinar Tani No 3394 Tahun XLI
Rodianawati I, Hastuti P, & Cahyanto MN. Nutmeg's (Myristicc Fragran Houtt) Oleoresin: Effect Of Heating To Chemical Compositions And Anti Fungal Properties. The First International Symposium On Food And Agro-Biodiversity (ISFA 2014). Procedia Food Science 3, 244-254.


Bagikan Artikel Ini