BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN MEDAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

PENGARUH PENYAKIT GUGUR DAUN Pestalotiopsis sp TERHADAP KONDISI FISIOLOGIS TANAMAN KARET KLON SS

Diposting     Senin, 26 Desember 2022 03:12 pm    Oleh    Admin2 BBPPTP Medan



Namsen Sartonedi S Girsang.SP  (POPT Ahli Muda)

Karet atau yang sering disebut dengan Hevea brasiliensis berperan penting dalam aspek kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, yaitu sebagai salah satu komoditi penghasil devisa Negara, tempat tersediaanya lapangan kerja bagi penduduk, sumber penghasilan bagi petani karet. Tanaman karet (Hevea brassiliensis) berasal dari Brazil, tanaman karet mampu memberikan salah satu sumber devisa non-migas. Pada tahun 2012 perkebunan karet indonesia luasnya yaitu 378.423,3 ha, jumlah produksinya sebesar 287.653,11 ton. Jika pada perkebunan rakyat yaitu 0,76 ton per ha. Dengan ini perlunya meningkatkan produktifitas baik dengan menggunakan teknologi yang bagus hingga meremajakan karet tua dengan klon yang unggul. (Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, 2013).

Indonesia memiliki produktivitas karet yang relatif rendah, rata rata perkebunan karet pemerintah  produktifitasnya yaitu 1.260 kg per ha per tahun di bandingkan produktifitas karet di perkebunan swasta yaitu 1050 kg per ha per tahun. Dan hanya 590 kg per ha per tahun di perkebunan rakyat. Rendahnya produktifitas dikarenakan banyak terserang penyakit (Suhendry dan Alwi, 1990).

Tanaman karet masuk ke di indonesia pada tahun 1864 dan pada saat ini masih dikembangkan serta menjadi  perkebunan yang diunggulkan. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perkebunan karet yang terluas di dunia pada tahun 1995 luas perkebunan karet di indonesia berjumlah 3,4 juta ha pada tahun 2010, setiap tahun terus meningkat hingga pada tahun 2016 luas perkebunan karet di indonesi tercatat mencapai 3,6 juta ha. Peningkatan luas areal tanaman karet  diikuti juga dengan meningkatnya produktifitas, hingga tahun 2010 produktifitas karet mencapai 0,98 ton per ha per tahun

Kondisi pertanaman karet terutama pada perkebunan rakyat beberapa tahun terakhir mengalami penurunan produksi bahkan mutu. Hal ini karena harga karet yang cenderung menurun, sehingga petani kurang semangat dalam merawat tanaman karetnya. Kondisi ini diperparah dengan adanya serangan OPT dan dampak perubahan iklim. Pada tahun 2016 dilaporkan terjadi serangan penyakit gugur daun yang pertama kali terdeteksi di Sumatera Utara dan menyebar ke provinsi lainnya di Sumatera. Areal perkebunan karet yang terserang meningkat dari 22.084 ha menjadi 103.254 ha dan kemungkinan areal yang terserang lebih luas lagi karena belum tersedianya data yang lebih detail yang berasal dari karet rakyat. Serangan penyakit gugur daun juga terjadi di negara Malaysia sehingga perlu kewaspadaan bagi perkebunan karet di negara-negara lain, khususnya di Indonesia. Penyebab penyakit gugur daun ini sebelumnya diduga disebabkan oleh cendawan Fusicoccum, namun forum pertemuan para ahli dalam International Rubber Research and Development Board (IRRDB) di Kuala Lumpur pada tanggal 11- 12 April 2019 sementara menyimpulkan penyebab penyakit tersebut adalah cendawan Pestalotiopsis sp Para ahli dalam IRRDB juga sepakat untuk mengkonfirmasi kembali hipotesis tersebut secara rutin (Maryani & Astuti, 2019)..

Taksonomi Pestalotiopsis sp

Penyakit GDK disebabkan oleh cendawan Pestalotiopsis sp Klasifikasi cendawan tersebut dapat dilihat  sebagai berikut :

Kingdom        : Fungi

Phylum          : Ascomycota

Subphylum   : Pezizomycotina

Class              : Sordariomycetes

Subclass       : Sordariomycetidae

Ordo               : Xylariales

Family            : Amphisphaeriaceae

Genus            : Pestalotiopsis

Cendawan Pestalotiopsis sp memiliki bentuk aseksual dan seksual. Bentuk aseksual dari cendawan Pestalotiopsis sp adalah piknidium, sedangkan seksualnya adalah peritisium. Namun yang sering ditemukan di lapangan adalah dalam bentuk piknidium yang terdapat di balik epidermis daun.

Cendawan Pestalotiopsis sp memiliki ciri makroskopis koloni berwarna putih dengan miselium merata, pertumbuhan koloni rata dan tebal. Ciri mikroskopinya adalah hifa berwarna putih dan memiliki tubuh buah yang disebut aservuli yang terletak di bawah epidermis tanaman inang. Di dalam aservuli terdapat konidia yang bersekat 2-5 dengan dinding tebal. Konidia berbentuk lonjong yang agak meruncing pada kedua ujungnya. Pada salah satu ujung konidia terdapat seperti bulu cambuk berjumlah 3 atau 5.

Gejala Serangan  Pestalotiopsis sp.

Gejala serangan penyakit GDK yaitu : pada daun muda terdapat bintik coklat, kemudian berkembang menjadi bercak coklat tua dan terdapat batas yang jelas antara bagian bercak dan bagian daun yang masih sehat. Daun yang terinfeksi akan gugur sebelum waktunya .

Fisiologis Tanaman Karet Klon Slow Stater

Setiap klon memiliki sifat karakteristik yang spesifik, dalam mempertimbangkan sistem eksploitasi kita harus melihat lokasi perkebunan (iklim) dan karakter fisiologi setiap klon Beberapa sifat spesifik klon SS adalah :

  1. Memiliki sifat relatif lebih tahan terhadap tekanan eksploitasi, seperti sangat respons terhadap stimulant, 
  2. Umumnya memiliki kulit pulihan yang tebal sehingga potensial untuk dimanfaatkan
  3. Kemampuan menghasilkan lateks relatif lebih stabil pada umur 12 sampai 17 tahun, kemudian meningkat secara perlahan hingga mencapai puncak produksi sampai menjelang peremajaan,
  4. Awal sadap menghasilkan produksi yang rendah (Sumarmadji et al., 2005 dan 2006, Siregar et al., 2001 dan 2007).

Beberapa klon Slow Stater seperti GT 1, RRIM 600, PR 261, PB 235, PB 200, dan RRIM 703. Tiap klon karet mempunyai respons yang berbeda-beda terhadap sistem eksploitasi dan perubahan pola curah hujan (Sumarmadji, 2008)

Pengaruh Pestalotiopsis Sp Terhadap Kondisi Fisiologis Tanaman Karet Klon Slow Starter

Menurut (Febbiyanti & Fairuzah, 2020). penyakit gugur daun menunjukkan gejala berupa bercak daun berbentuk bulat berwarna cokelat muda dan cokelat tua. Pada setiap helai daun terdapat satu bercak atau lebih. Gejala bercak terdapat pada daun berwarna hijau sampai hijau tua berumur lebih dari 1 bulan. Daun yang terserang pathogen dapat mengalami perubahan warna menjadi kuning atau oranye. Patogen dapat menyerang semua jenis klon dan infeksi berat dapat menyebabkan daun karet menjadi gugur.

Pengguguran daun secara terus menerus dengan cepat/ serentak mengakibatkan mengakibatkan kanopi tanaman menjadi tipis, meranggas (defoliation) hingga 75-90% dan akhirnya tidak terdapat daun di kanopi tanaman ( Malik,2018).

Meranggasnya tanaman  (defoliation) hingga 75-90%  serta tidak terdapat daun di kanopi tanaman akan berpengaruh terhadap Fotosintesa tanaman.Fotosintesa tanaman tidak akan berlangsung dengan baik dan tanaman karet akan mengalami kekurangan zat makanan yang dapat menghasilkan lateks, serta menjadi rentan terhadap tekanan eksploitasi, seperti respons terhadap stimulant rendah  dan kulit pulihan yang tebal tidak terjadi. Gugur daun 90 % juga akan mengakibatkan  karakter fisiologi pada tanaman karet dalam mensintesis asimilat menjadi bahan pembentuk lateks berupa  kandungan sukrosa, fosfat anorganik, dan kadar thiol menjadi terhambat.

Kandungan Thiol (R-SH) yang berfungsi menjaga kerentanan fisiologis latek terhadap penyakit kering alur sadap terganggu. Fungsi thiol adalah mengaktifkan enzim-enzim yang berperan dalm kondisi cekaman lingkungan, dan status thiol menunjukkan respon tanaman terhadap tekanan eksploitasi. Kadar thiol berbanding terbalik dengan intensitas eksploitasi. Semakin tinggi intensitas eksploitasi, maka semakin rendah kadar thiol. Kandungan thiol dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya sistem eksploitasi, musim dan umur tanaman. Fungsi thiol adalah mengaktifkan enzim- enzim yang berperan dalm kondisi cekaman lingkungan, dan status thiol menunjukkan respon tanaman terhadap tekanan eksploitasi. Kadar Fosfat anorganik (Pi) dalam lateks yang menggambarkan kerja metabolisme dalam pembentukan lateks menjadi tidak berfungsi.

Menurut (Sayurandi, 2016). Karakter fisiologi pada tanaman karet erat hubungannya dengan kemampuan tanaman dalam mensintesis asimilat menjadi bahan pembentuk lateks. Karakter fisiologi yang sangat penting dalam pembentukan lateks di antaranya adalah kandungan sukrosa, fosfat anorganik, dan kadar thiol. Kadar sukrosa merupakan potensi bahan baku lateks dan berkaitanerat dengan tingkat eksploitasi yang diterapkan pada suatu tanaman

Kadar Fosfat anorganik (Pi) dalam lateks menggambarkan kemampuan
tanaman mengubah bahan baku (sukrosa) menjadi partikel karet. Kadar Fosfat anorganik menggambarkan ketersediaan kerja metabolisme dalam pembentukan lateks (Sumarmadji dan Tistama. 2004)

Pengendalian Pengaruh Penyakit Gugur Daun Terhadap Kondisi Fisiologis Tanaman Karet Klon SS

Dalam melakukan pengedalian  penyakit Pestalotiopsis sp haruslah berdasarkan prinsip PHT, salah satu factor yang penting adalah dengan melakukan pengamatan rutin terhadap serangan penyakit gugur daun tersebut dilapangan. Apabila tingkat serangan sudah mencapai Intensitas serangan berat maka dilakukan tindakan pengendalian. Beberapa tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah secara mekanis yaitu dengan menebang tanaman yang terserang, mengumpulkan  daun daun yang terserang dan berada dilokasi lahan tanaman karet kemudian membakarnya. Preventif dengan pengabutan belerang pada malam hari. Pengabutan belerang dapat diberikan dengan dosis 5-7 kg/Ha, interval 1 minggu dengan 4 kali aplikasi dan penghembusan dilakukan pada jam 02.00-05.00. Alat penghembus yang digunakan dapat berupa mist blower gendong duster.  Aplikasi fungisida berbahan aktif thiophanate methyl dengan dosis 2 ml/l pada daun-daun yang gugur di atas permukaan tanah untuk mengendalikan spora Pestalotiopsis sp Aplikasi fungisida berbahan aktif propikonazol, hexaconazol dengan dosis 5 ml/l pada tajuk tanaman sebanyak 3 kali dengan interval 1 minggu.  Aplikasi pupuk dengan dosis yang tepat berimbang dan ditambahkan pupuk nitrogen ekstra 25% (Anonim, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009 Perkembangan Terbaru Penyakit Gugur daun pada Tanaman Karet (Surat Nomor 051309/RPN/V/2019 tanggal 13 mei 2019). Pusat Penelitian Karet. Bogor

BPS, 2017, Statistik Karet Indonesia, Katalog BPS 5504002, Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Cahyo, A.N. 2018. The Relationship between Climate and Plant Nutrient Status on Fusicoccum sp. Leaf Fall Disease Outbreak in South Sumatera, Indonesia. International Plant Protection Workshop, 31 July-1 August 2018, Palembang

Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara. 2013. Perkebunan dan Kehutanan. Http://sumutprov.go.id/untuk-dunia usaha/perkebunan-dan-kehutanan (Diunduh 15 Februari 2015)

Febbiyanti, T. R., & Fairuzah, Z. (2020). Identifikasi Penyebab Kejadian Luar Biasa Penyakit Gugur Daun Karet di Indonesia. Jurnal Penelitian Karet, 37(2), 193–206. https://doi.org/10.22302/ppk.jpk.v37i2.616

Malik, A.A.Z. (2018). Leaf spot disease of Hevea caused by Pestalotia sp ppt. International Plant Protection Workshopon Integrated Disease Management In Rubber Plantation, Aryaduta Hotel,Palembang, Indonesia.

Maryani, Y. Yuni, A. 2019. Penyakit Gugur Daun Karet (GDK). Direktorat Jenderal

Sayurandi, 2016. Fisiologi lateks. [Internet]. [diunduh 2019 Januari 30]. Tersedia Pada :https://docplayer.info/63057455-Analisis-dinamika-daya-hasil-lateks-beberapa genotipe -karet -harapan – pp -07 -04-terhadap-perubahan- musim-sayurandi.html

Siregar, T.H.S. 2001. Tanggap Produksi dan Karakter Fisiologi Lateks terhadap Sistem
Eksploitasi pada beberapa Klon Karet IRR seri 100. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 60 hal.Siregar, T.H.S., Tohari, Hartiko, H., dan Karyudi. 2007. Dinamika perontokan dan pohon.

Siregar, T.H.S., Junaidi, dan Sumarmadji. 2007.Perkembangan Implementasi Sistem Eksploitasi Tanaman karet Tipologi Klonal di Perusahaan Besar Negara Balai Penelitian Sungei Putih, Pusat Penelitian Karet.

Suhendry I dan N Alwi. 1990. Produktivitas dan Trend Produksi Klon. Pros. Konf. Nas. Karet, Palembang. 18-20 September 1990

Sumarmadji. 2005. Pengaruh Penyadapan Inten-sitas Rendah Terhadap Produksi dan Serangan KAS. J. Penelitian Karet, 23 (1),58-67.

Sumarmadji, Karyudi, dan T. H. S. Siregar. 2006.Rekomendasi Sistem Eksploitasi pada KlonQuick Starter dan Slow Starter sertaPenggunaan Irisan Ganda untukMeningkatkan Produktivitas TanamanKaret. Prosiding Lokakarya Nasional Budi Daya Tanaman Karet, Medan 4−6September 2006. Balai Penelitian SungeiPutih, Pusat Penelitian Karet, Medan. hlm.169−188

Sumarmadji, Atminingsih, dan Karyudi. 2008. Konsep Penyadapan Klon Slow Stater dengan Stimulan Gas Etilen dan Irisan Pendek ke Arah Atas sejak Awal Sadap.Prosiding Lokakarya Agribisnis Karet 2008,Yogyakarta 20 – 21 Agustus 2008. Balai Penelitian Sungei Putih, Pusat PenelitianKaret, Medan. hlm. 375 – 386.

Tribun Sumsel, 2018. Pestalotiopsis sppenyakit karet di sumsel yang pengaruhi Produksi Sampai 50 Persen. (https://sumsel.tribunnews.com/2018/07/31/ Pestalotiopsis penyakit karetdi-sumsel-yang-pengaruhi-produksi-sampai-50-persen)


Bagikan Artikel Ini