BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN MEDAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

PENGENDALIAN PENYAKIT KARAT DAUN PADA TANAMAN KOPI MENGGUNAKAN METABOLIT SEKUNDER APH DI DESA DOKAN, KECAMATAN MEREK, KABUPATEN KARO

Diposting     Rabu, 16 November 2022 08:11 pm    Oleh    Admin Balai Medan



Muklasin dan Christina Matondang

Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan Indonesia yang banyak diproduksi dan diekspor. Dalam upaya peningkatan produktivitas dan mutu kopi di perkebunan rakyat ditemukan beberapa kendala. Salah satunya adalah serangan penyakit penting yaitu penyakit karat daun. Penyakit ini disebabkan oleh jamur patogen Hemileia vastatrix B.et Br.

Penyakit dinilai penting karena menyerang bagian daun tanaman kopi sehingga dapat mengganggu proses fotosintesis. Tidak hanya pada tanaman kopi yang sudah menghasilkan, bahkan penyakit juga menyerang tanaman kopi saat di pembibitan. Kerugian hasil yang diakibatkan oleh serangan penyakit ini dapat mencapai 70% terutama apabila terjadi musim hujan yang disertai suhu tinggi. Pada kondisi tersebut, intensitas serangan penyakit karat daun dapat meningkat.
Menurut Semangun (2000), umumnya penyakit karat daun menjadi masalah utama pada tanaman kopi jenis arabika. Sedangkan pada tanaman kopi jenis robusta tidak masalah. Potensi serangan semakin berat terutama pada ketinggian di bawah 1.000 m dpl, sedangkan di atas 1.000 m dpl tingkat serangan penyakit biasanya rendah.
Penyakit inilah yang ditemukan menyerang tanaman kopi milik petani yang berlokasi di Desa Dokan, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Tanaman kopi yang sakit ditandai dengan adanya bercak-bercak berwarna kuning muda di bagian bawah permukaan daun dan terbentuk tepung berwarna oranye. Serangan parah pada daun menyebabkan kerontokan, sehingga lama-kelamaan tanaman menjadi gundul.

Pengendalian secara kimia sudah dicobakan oleh petani, namun hasilnya menunjukkan daun muda tanaman kopi masih terserang penyakit ini. Penyakit tidak terkendali, malahan menimbulkan residu kimia terhadap buah kopi dan tanah. Selain itu, pengendalian secara kimia dinilai kurang efektif oleh petani dikarenakan biaya pembelian fungisida yang mahal.
Untuk itu, maka petani mencoba mengendalikan penyakit karat yang menyerang daun tanaman kopinya menggunakan metabolit sekunder APH. Metabolit sekunder APH yang digunakan jenis Trichoderma sp. dan Beauveria bassiana. Pengendalian dilakukan dengan cara menyemprotkan campuran kedua larutan metabolit sekunder tersebut ke seluruh bagian tanaman kopi terutama bagian bawah permukaan daun. Penyemprotan dilakukan pada pagi hari, sebanyak 3 (tiga) kali dengan interval seminggu sekali.

Hasilnya menunjukkan terjadi penurunan serangan karat daun pada tanaman kopi. Menurut hasil wawancara dengan petani tingkat serangan yang tadinya sedang menurun menjadi ringan. Pada daun muda tidak terlihat serangan penyakit lagi. Perubahan juga terlihat pada daun tua yang terserang patogen, dimana bercak-bercak kuning dan adanya tepung berwarna oranye menjadi kehitaman dan mengering (Gambar 3). Diduga jamur patogen dapat dikendalikan menggunakan metabolit sekunder Trichoderma sp. dan Beauveria bassiana, sehingga dapat menekan penularan penyakit karat daun kembali.
Selain penggunaan metabolit sekunder APH, disarankan juga kepada petani kopi yang tergabung dalam Program Sekolah Lapang-Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) Kopi untuk melakukan pengendalian secara terpadu. Dimana petani dibimbing untuk mengendalikan OPT seperti karat daun dengan menggabungkan beberapa komponen pengendalian hama terpadu seperti memperbaiki pH tanah, pemupukan sesuai dosis anjuran, pemangkasan tanaman kopi sehingga tidak terlalu rimbun dan penggunaan tanaman penaung pete China (Lamtoro gum). Hal ini guna mendukung program Sustainable Agriculture di Indonesia.

Daftar Pustaka
Semangun, H. 2000. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. UGM Press. Yogyakarta.


Bagikan Artikel Ini