BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN MEDAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

KAJI TERAP PENGENDALIAN HAMA PBK DENGAN METABOLIT SEKUNDER PADA TANAMAN KAKAO

Diposting     Rabu, 09 November 2022 01:11 pm    Oleh    Admin Balai Medan



Kristina Renawati T. (POPT Ahli Muda)

Metabolit sekunder merupakan senyawa yang dihasilkan atau disintesis pada sel dan group taksonomi tertentu pada tingkat pertumbuhan atau stres tertentu. Senyawa ini diproduksi hanya dalam jumlah sedikit, tidak terus-menerus untuk mempertahankan diri dari habitatnya dan tidak berperan penting dalam proses metabolisme utama (primer). Menurut Guru Besar dari Universitas Soedirman Prof. Loekas Soesanto sebagai narasumber kegiatan ini menegaskan bahwa senyawa metabolit sekunder di dalam tanaman, memiliki beberapa fungsi diantaranya sebagai antraktan (menarik serangga penyerbuk), melindungi dari stres lingkungan, pelindung tanaman dari serangan hama/ penyakit (phytoaleksin), pelindung terhadap sinar ultra violet, sebagai zat pengatur tumbuh dan untuk bersaing dengan tanaman lain (alelopati). Senyawa metabolit sekunder memiliki struktur yang lebih komplek.
Dalam melakukan pengendalian metabolit sekunder agens pengendali hayati membutuhkan keseriusan, dan ketelitian. Kontinunitas penggunaan metabolit sekunder agens pengendali hayati perlu dilakukan guna meminalisir penggunaan pestisida kimiawi. Sehingga dihasilkan produk pertanian yang bebas pestisida kimiawi dan ramah lingkungan. Kegiatan kaji terap pengendalian hama PBK dengan metabolit sekunder pada tanaman kakao di Kabupaten Langkat dilakukan pada 2 (dua) kebun petani yaitu kebun milik Ibu Suparida dan Bapak Simanjorang di Desa Sangga Lima Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat.

METODOLOGI
Tempat dan Waktu
Kegiatan kaji terap pengendalian hama PBK dengan metabolit sekunder pada tanaman kakao dilakukan di kebun petani Kabupaten Langkat, mulai bulan Maret 2020 sampai dengan Desember 2021.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang dipergunakan pada kegiatan ini adalah tanaman kakao terserang PBK, jagung pecah, dolomit, plastik wrap, pupuk organik, aquades, plastik tahan panas, kapas aluminium foil, cucian air beras, gula putih, air kelapa, alkohol, spritus, plastik tahan panaa, bayclin, isolat APH, tissue, terasi, tali raffia, keong mas, gulma putri malu
Alat-alat yang digunakan pada kegiatan ini adalah mesin sacker, gunting pangkas panjang, jiregen ukuran 5 liter, gunting pangkas pendek, alat tulis, gayung. dandang, kompor, knapsack baterai, autoclave, ember
Metode Penelitian
– Penetapan Lokasi dan Pohon Sampel
Dipilih kebun kakao yang terserang hama PBK dijadikan kebun penelitian. Kebun petani yang dipilih sebanyak 2 lokasi. Rancangan kegiatan ini menggunakan sebanyak 7 perlakuan dan 4 ulangan.
Adapun perlakuan yang dilakukan yaitu :
T1 = Metabolit sekunder Trichoderma spp. + Pseudomonas fluorescens + Beauveria bassiana + Metarhizium anisopliae
T2 = Metabolit sekunder Trichoderma spp. + Pseudomonas fluorescens + Beauveria bassiana
T3 = Metabolit sekunder Trichoderma spp. + Pseudomonas fluorescens + Metarhizium anisopliae
T4 = Metabolit sekunder Beauveria bassiana + Metarhizium anisopliae
T5 = Metabolit sekunder Beauveria bassiana
T6 = Metabolit sekunder Metarhizium anisopliae
T7 = Kontrol

Jadi total pohon sampel kakao sebanyak 56 pohon. Pada masing-masing perlakuan sampel dilakukan secara acak di dalam kelompok (baris). Kemudian diberi tanda/label untuk memberi tanda perlakuan masing-masing pohon sampel. Pengendalian OPT dilakukan secara terpadu pada semua pohon sampel. Meliputi yaitu pemupukan dolomit, pemupukan organik, pemangkasan, dan sanitasi. Sedangkan aplikasi metabolit sekunder APH tergantung pada perlakuan pohon sampel .
– Pembuatan Metabolit Sekunder APH
Metabolit sekunder APH yang digunakan adalah Trichoderma spp., Metarhizium anisopiae, dan Beauveria bassiana serta Pseudomonas fluorescens.

– Aplikasi Metabolit Sekunder APH
Semua tanaman sampel pertama kali diberi perlakuan dolomit untuk memperbaiki pH tanah sehingga tanaman menyerap unsur hara dari tanah. Selanjutnya diberi pupuk organik dalam setahun yaitu sebanyak 30 kg/pohon. Pemberian pupuk organik 1 bulan setelah penaburan dolomit lalu diapikasikan pupuk organik. Selain itu juga dilakukan pemangkasan dan pemeliharan terhadap kebun petani yang diamati. Selanjutnya disemprot dengan menggunakan pestisida organik (metabolit sekunder APH dengan dosis 200 ml metabolit sekunder / 10 liter air, lalu disemprot pada ke-4 tanaman yang memiliki perlakuan yang sama, secara merata dan berkabut. Penyemprotan dilakukan sebanyak 12 kali dengan interval 1 minggu sekali.
– Pengamatan
Pengukuran IS hama PBK menggunakan 4 kategori berdasarkan persentase biji kakao yang lengket.
IS hama PBK menggunakan rumus :
IS = ∑(ni x vi) x 100%
N x Z
Keterangan :
IS = Intensitas serangan (%)
ni = Jumlah tanaman contoh dengan kerusakan buah skor tertentu (vi)
vi = Nilai skor kerusakan buah pada tanaman contoh ke-i
N = Jumlah tanaman contoh yang diamati
Z = Nilai skor kerusakan tertinggi

Kategori tingkat kerusakan buah akibat serangan hama PBK yaitu :
0 = Tidak ada serangan
1 = 0 – 25 % biji rusak
2 = > 25 – 50 % biji rusak
3 = > 50 – 75 % biji rusak
4 = > 75 % biji rusak

HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Jumlah Buah Sehat dan Buah Sakit
Hasil analisis pengaruh pemberian metabolit sekunder APH terhadap jumlah buah sehat dan buah sakit pada tanaman kakao dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh metabolit sekunder APH terhadap jumlah buah sehat dan sakit pada tanaman kakao di Kab. Langkat
Perlakuan ∑ Buah Sehat ∑ Buah Sakit
P1 17.45b 1.57a
P2 15.98b 1.53a
P3 12.44b 0.62a
P4 38.77b 3.62a
P5 11.53b 1.67a
P6 11.98b 0.80a
P7 8.53b 0.54a
Sig 0.438 0.43

Menurut uji Duncan yang disajikan pada Tabel 1, tampak pengaruh pemberian metabolit sekunder APH terhadap jumlah buah sehat dan sakit di setiap perlakuan (P1, P2, P3, P4, P5, P6 dan P7) berbeda nyata. Termasuk tanaman sampel sampel yang dijadikan kontrol yaitu P7. Hal ini dapat disebabkan karena P7 juga mendapat perlakuan pemupukan dan pemangkasan secara berkala. Dari semua perlakuan, tampak metabolit sekunder sangat berpengaruh pada tanaman sampel yang diberi perlakuan P4 yaitu perlakuan kombinasi metabolit sekunder Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae.

2. Pengaruh Pemberian Metabolit Sekunder APH Terhadap Jumlah Buah Sehat
Hasil analisis jumlah buah sehat pada setiap perlakuan (pohon sampel) disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh metabolit sekunder APH terhadap jumlah buah sehat
Perlakuan Sebelum Aplikasi MS Sesudah Aplikasi MS
P1 123 93
P2 84 107
P3 99 101
P4 258 181
P5 74 42
P6 69 62
P7 45 61

Tabel 2 menunjukkan jumlah buah sehat semakin bertambah dari sebelum dan sesudah aplikasi MS terdapat pada perlakuan P2, P3, dan P7. Namun peningkatan lebih tinggi terjadi pada perlakuan P2, selanjutnya diikuti P3 dan P7. Dimana perlakuan P2 merupakan kombinasi metabolit sekunder Trichoderma spp., Pseudomonas fluorescens, dan Beauveria bassiana. Hal ini menunjukkan metabolit sekunder APH berpengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah buah sehat.
Grafik pemberian metabolit sekunder APH terhadap jumlah buah sehat (tidak terserang hama PBK) dapat dilihat pada Gambar 1. di bawah.

Gambar 1. Grafik pengaruh pemberian metabolit sekunder APH terhadap jumlah buah sehat (sebelum dan sesudah aplikasi)

Grafik 1 menunjukkan peningkatan jumlah buah sehat lebih tinggi pada perlakuan P4 meskipun terjadi penurunan dari sebelum aplikasi metabolit sekunder. Kurva penaikan dan penurunan pada jumlah buah sehat dapat disebabkan faktor curah hujan yang jarang terjadi pada saat aplikasi metabolit sekunder sehingga pembentukan buah kakao terlambat. Tetapi pada perlakuan P2, P3, dan P7 mengalami peningkatan jumlah buah sehat. Dimana perlakuan P2 yaitu merupakan kombinasi metabolit sekunder Trichoderma spp., Pseudomonas fluorescens, dan Beauveria bassiana mengalami peningkatan sebesar 23% dari sebelum dilakukan aplikasi metabolit sekunder pada tanaman sampel.
3. Pengaruh Pemberian Metabolit Sekunder APH Terhadap Jumlah Buah Sakit (Terserang Hama PBK)

Hasil analisis jumlah buah sakit pada setiap perlakuan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan jumlah buah sakit sebelum dan sesudah perlakuan metabolit sekunder APH. Selanjutnya dapat diketahui peningkatan atau penurunan jumlah buah sakit akibat pemberian metabolit sekunder APH.

Tabel 3. Pengaruh metabolit sekunder APH terhadap jumlah buah sakit
Perlakuan Sebelum Aplikasi MS Sesudah Aplikasi MS
P1 10 0
P2 11 0
P3 3 1
P4 2 0
P5 9 1
P6 8 10
P7 10 4

Tabel 3 menunjukkan jumlah buah sakit semakin berkurang pada semua perlakuan (P1, P2, P3, P4, P5, dan P7). Kecuali perlakuan P6 yaitu metabolit sekunder Metarhizium anisopliae. Namun penurunan lebih tinggi terjadi pada perlakuan P1, P2, P4 sebesar 100% (tidak ada buah sakit). Hal ini menunjukkan metabolit sekunder APH berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan jumlah buah sakit.
Grafik pemberian metabolit sekunder APH terhadap jumlah buah sakit (terserang hama PBK) dapat dilihat pada Gambar 2. di bawah.

Gambar 2. Grafik pengaruh pemberian metabolit sekunder APH terhadap jumlah buah sakit (sebelum dan sesudah aplikasi)

Gambar 2 menunjukkan penurunan jumlah buah sakit, dengan urutan dari lebih tinggi yaitu pada perlakuan P2, P1, P5, P7, P3 dan P4. Dimana perlakuan P2 yaitu merupakan kombinasi metabolit sekunder Trichoderma spp., Pseudomonas fluorescens, dan Beauveria bassiana mengalami penurunan sebesar 100% dari sebelum dilakukan aplikasi metabolit sekunder pada tanaman sampel. Ini disebabkan karena adanya kandungan beberapa enzim yang dihasilkan metabolit sekunder APH, salah satunya sebagai antagonisme terhadap miko parasit atau hiperparasit. Hal ini juga didukung oleh Soesanto (2013) menyatakan bahwa manfaat ganda metabolit sekunder APH mampu sebagai pengendali hama dan penyakit tanaman. Enzim yang dihasilkan oleh metabolit sekunder Trichoderma spp. antara lain protease, selulase, selubiase, khitinase, dan 1,3-β-glukanase sehingga dapat melarutkan dinding sel patogen.
4. Hasil Intensitas Serangan Hama PBK Pada Buah Panen
Hasil analisis pengaruh pemberian metabolit sekunder APH terhadap intensitas serangan hama PBK pada buah panen kakao di Kab. Langkat dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh pemberian metabolit sekunder APH terhadap intensitas serangan hama PBK pada buah panen kakao di Kab. Langkat
Perlakuan Intensitas Serangan
P1 .4413a
P2 .5775a
P3 .5088a
P4 .5138a
P5 .6625a
P6 .2450a
P7 .4738a
Sig. .100

Menurut Uji Duncan yang disajikan pada Tabel 4, tampak pengaruh pemberian metabolit sekunder APH terhadap intensitas serangan hama PBK di setiap perlakuan (P1, P2, P3, P4, P5, P6 dan P7) pada buah panen namun tidak berbeda nyata. Termasuk tanaman sampel yang dijadikan kontrol yaitu P7. Hal ini dapat disebabkan karena perlakun P7 mendapat perlakuan pemupukan dan pemangkasan secara berkala, tetapi tidak mendapat aplikasi metabolit sekunder APH. Dari Tabel 4 metabolit sekunder sangat berpengaruh pada tanaman sampel yang diberi perlakuan P5 yaitu perlakuan metabolit sekunder Beauveria bassiana.

5. Pengaruh Pemberian Metabolit Sekunder APH Terhadap Intensitas Serangan Hama PBK
Hasil analisis intensitas serangan hama PBK setiap perlakuan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh metabolit sekunder APH terhadap jumlah buah sehat
Perlakuan Sebelum Aplikasi MS Sesudah Aplikasi MS
P1 0.50 1.00
P2 0.56 0.89
P3 0.00 0.39
P4 0.95 0.89
P5 2.40 0.67
P6 0.22 0.56
P7 1.23 1.51

Tabel 5 menunjukkan intensitas serangan hama PBK semakin menurun pada perlakuan P4, dan P5. Namun penurunan tertinggi terdapat pada perlakuan P5. Dimana perlakuan P5 merupakan metabolit sekunder Beauveria bassiana. Lalu disusul dengan penurunan intensitas serangan hama PBK pada perlakuan P4 merupakan kombinasi metabolit sekunder Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae. Hal ini menunjukkan metabolit sekunder APH berpengaruh nyata terhadap penurunan intensitas serangan hama PBK. Tetapi pada perlakuan P1, P2, P3, P6 dan P7 terjadi peningkatan intensitas serangan hama PBK. Hal ini dapat disebabkan karena fase bunga dan buah pentil yang diaplikasikan dengan cara penyemporotan dengan metabolit sekunder APH belum terbentuk sempurna menjadi buah besar dan belum layak dipanen (masih buah mentah) saat dilakukan pengamatan di kebun petani.
Grafik pemberian metabolit sekunder APH terhadap intensitas serangan hama PBK dapat dilihat pada Gambar 3. di bawah.

Gambar 3. Grafik pengaruh pemberian metabolit sekunder APH terhadap intensitas serangan hama PBK

Gambar 3 menunjukkan penurunan intensitas serangan hama PBK, dengan urutan dari lebih tinggi yaitu pada perlakuan P5 yaitu merupakan metabolit sekunder Beauveria bassiana mengalami penurunan sebesar 78,17% dari sebelum dilakukan aplikasi metabolit sekunder pada tanaman sampel.
6. Pengaruh Perlakuan Metabolit Sekunder APH Terhadap Intensitas Serangan Hama PBK per Kebun Petani

Hasil pengamatan intensitas serangan buah panen kakao per kebun petani (Ibu Suparida dan Bapak Simanjorang), dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil intensitas serangan hama PBK pada kebun petani
Perlakuan (Kebun) Intensitas Serangan
Sebelum Aplikasi Sesudah Aplikasi
P1 (Suparida) 4.96 1.56
P2 (Suparida) 1.19 0.56
P3 (Suparida) 6.25 0.45
P4 (Suparida) 0.00 1.56
P5 (Suparida) 0.00 0.89
P6 (Suparida) 25.00 0.89
P7 (Suparida) 31.25 1.67
P1 (Simanjorang) 0.00 0.45
P2 (Simanjorang) 27.50 1.22
P3 (Simanjorang) 0.00 0.33
P4 (Simanjorang) 3.65 0.22
P5 (Simanjorang) 5.00 0.45
P6 (Simanjorang) 8.33 0.22
P7 (Simanjorang) 0.00 1.34

Dari Tabel 6 diperoleh semua perlakuan mengalami penurunan intensitas serangan hama PBK setelah penyemprotan metabolit sekunder APH. Perlakuan yang mengalami penurunan intensitas serangan pada kebun Ibu Suparida (perlakuan P1, P2, P3, P6, P7), dan di kebun Bapak Simanjorang (perlakuan P2, P4, P5, P6). Dimana perlakuan yang terbesar terjadi penurunan intensitas serangan hama PBK yaitu pada perlakuan P6 yaitu metabolit sekunder Metarhizium anisopliae ke-2 kebun petani.
Grafik pengaruh metabolit sekunder APH terhadap intensitas serangan per kebun petani dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik pengaruh pemberian metabolit sekunder APH terhadap intensitas serangan hama PBK
Dari Gambar 4 tampak terlihat bahwa setelah dilakukan aplikasi metabolit sekunder APH pada ke-2 kebun petani, semuanya mengalami penurunan intensitas serangan hama PBK yang sangat nyata. Adapun faktor yang mempengaruhi penurunan intensitas serangan hama PBK di ke-2 kebun petani adalah karena telah dilakukan pemupukan dolomit, pemupukan organik, pemangkasan, panen tepat waktu, dan sanitasi kebun.

KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Jumlah buah sehat semakin bertambah pada perlakuan P2, P3, dan P7. Dimana jumlah buah sehat tertinggi terdapat pada perlakuan P2 merupakan kombinasi metabolit sekunder Trichoderma spp., Pseudomonas fluorescens, dan Beauveria bassiana.
b. Jumlah buah sakit semakin berkurang pada semua perlakuan (P1, P2, P3, P4, P5, dan P7). Kecuali perlakuan P6 yaitu metabolit sekunder Metarhizium anisopliae. Namun penurunan buah sakit tertinggi terjadi pada perlakuan P1, P2, P4 sebesar 100% (tidak ada buah sakit).
c. Perlakuan yang mengalami penurunan intensitas serangan hama PBK pada kebun Ibu Suparida (perlakuan P1, P2, P3, P6, P7), dan di kebun Bapak Simanjorang (perlakuan P2, P4, P5, P6). Dimana perlakuan yang terbesar terjadi penurunan intensitas serangan hama PBK yaitu pada perlakuan P6 yaitu metabolit sekunder Metarhizium anisopliae di ke-2 kebun petani.
d. Fase buah kakao yang telah disemprot dari masa berbunga belum semuanya dapat dipanen, biasanya petani panen raya pada bulan Maret dan Mei setiap tahunnya (tergantung keadaan cuaca dan nutrisi makanan tanaman kakao).
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi meningkatnya jumlah buah sehat, yaitu faktor iklim yang mendukung, pemberian metabolit sekunder APH terhadap bunga, dan buah pentil, pemberian pupuk dolomit, dan pemberian pupuk organik.
2. Saran
Perlu dilakukan pengamatan lanjutan untuk tahun berikutnya, dan aplikasi metabolit sekunder berkelanjutan dengan menerapkan pengendalian hama terpadu..

DAFTAR PUSTAKA

Kashoven, L. G. E. 1981. The Pest of Crops Indonesia. PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Jakarta.

Malau, S. 2005. Perancangan Percobaan. Universitas HKBP Nommensen. Medan.

Prawoto. 2009. Panduan Lengkap Kakao. Penebar Swadaya. Jakarta

Soesanto, L. 2013. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Soesanto, L. 2017. Pengantar Pestisida Hayati : Adendium Metabolit Sekunder

Sulistyowati, E. 2009. Identifikasi Masalah Hama Penggerek Buah Kakao di Kabupaten Buol Tilitoli. Sulawesi Tengah. Proyek Penelitian Kopi dan Kakao Rakyat Jember. Puslitbun. Jember.

Swiss Contact, 2012. Penerapan Budidaya Terbaik Tanaman Kakao. SCPP. Zurich.

Wahyudi, T. Panggabean, T. R. dan Pujiyanto. 2008. Kakao. Manajemen Agribisnis dari Hulu ke Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.

Wardojo. 1981. Strategi Penelitian dan Pembrantasan Hama Penggerek Buah Kakao. Menara Perkebunan.

Wardojo. 1994. Strategi Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di Indonesia. Paper Presented at Gelar Teknologi dan Pertemuan Regional Pengendalian PBK. Kabupaten Polmas. Sulawesi Selatan.

Wijaya, Prawoto, A. A, dan Ihromi, S. 2009. Induksi Ketahanan Tanaman Kakao Terhadap Hama Penggerek Buah Kakao dengan Apikasi Silika. Jurnal Pelita Perkebunan.


Bagikan Artikel Ini